Tuesday, July 17, 2007
Mengapa Ibnu Arabi divonis kafir? Apa kesalahannya?
copy paste

Aslm. Wr. Wb

Sepengetahuan dan sepemahaman saya, bahwa konsep dasar Ibnu Arabi, yang membuat kontroversi bagi khalayak mayoritas adalah Wahdatul Wujud, paham KESATUAN WUJUD, yang dimengerti oleh kebanyakan sebagai BERSATUNYA/ MANUNGGAL MANUSIA DENGAN ALLAH dan kemudian diplesetkan lagi menjadi ANA AL HAQQ, ALLAH = MANUSIA (KHALIK=MAKHLUK) sebagai akibat ego/anfus yang di-fana-kan. Dalam literature Filsafat, Wahdatul Wujud diberi label "Panteistime", "Monisme" & "Panteisme yang monistik".
Panteisme adalah teori memandang segala sesuatu yang terbatas sebagai aspek, modifikasi atau bagian dari satu wujud yang kekal dan ada dengan sendirinya. Yang memandang semua benda material dan pikiran berasal dari satu subtansi yang tak berhingga dan tunggal, yaitu ALLAH. ALLAH mencakup semua yang ada dan tidak ada yang tidak tercakup.
Monisme adalah teori yang menyatakan bahwa realitas pada dasarnya satu kesatuan.

Sejarah singkat Wahdatul Wujud
Hasil penyelidikan terbaru menunjukkan bahwa dalam karya2nya, Ibnu Arabi tidak menyatakan secara eksplisit istilah Wahdatul Wujud. Istilah Wahdatul Wujud sebetulnya diperkenalkan oleh Sadr al Din al-Qunawi (126 tahun setelah Ibnu Arabi meninggal). Yang memberikan pengertian sama denga Ibnu Arabi : Meskipun Esa dalam zat-Nya (Tanzih/ Transenden/ Melampaui/ Persamaan) tapi mempunyai multi penampakan (Tasybih/ Imanen/ Didalam/ Perbedaan). Menurut paham anthropomorpis pernyataan bahwa Allah "melihat", "mendengar" atau "punya tangan" (seperti manusia yang diperbesar). Tapi menurut Ibnu Arabi, pernyataan di atas dimengerti sebagai: ALLAH imanen /hadir dalam "Proses Melihat yaitu mata, gelombang cahaya dan obyek penglihatan", "Proses Mendengar yaitu telinga, gelombang suara dan sumber bunyi" dan hadir dalam "tangan, motivasi dan proses gerakan tangan".

Wahdat (Kesatuan)
Satu secara matematis adalah abstraksi, konsep yang ada dalam pikiran, pada kenyataanya tidak bias berdiri sendiri memerlukan atribut (satuan) : satu meter, satu ton satu ekor, satu biji jagung, satu mobil. Mobil bisa dikatakan satu mobil jika mobil tersebut lengkap dan berfungsi-sebagai alat transportasi (berdasarkan desain/cetak biru). Jika bannya hilang satu tidak bisa dikategorikan satu mobil karena tidak lengkap dan tidak berfungsi.
Kesatuan secara tidak langsung/ tersirat berbicara keragaman seperti halnya dua sisi pada mata uang yang sama, Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia adalah satu (aspirasi) meskipun terdiri dari berragam etnis dan budaya. Satu mobil adalah satu dalam hal tertentu (fungsi) dan beragam dalam hal lain (terdiri dari berbagai macam komponen dengan fungsi2 yang berbeda tapi saling sinergi).

Wujud
Selama ini wujud dimengerti sebagai ADA. "ADA" pada dasarnya hanyalah konsep yang ada dalam pikiran/ abstraksi. DAlam kenyataannya, ADA adalah "kalimat jawaban" memerlukan latar belakang yang memerlukan latar belakang /pertanyaan. Contoh: Saya ke warung pinggir jalan. "Bu, saya perlu rokok Ji Sam Soe" atau "Ada rokok Ji Sam Soe ?" . Jawab Ibu yang punya warung : "Ini pak rokok Ji Sam Soe-nya" (Ji Sam Su ADA). Kehadiran rokok 234 adalah jawaban atas keperluan/pencarian saya akan rokok.
Dari tinjauan bahasa, wujud tidak hanya mempunyai pengertian "obyektif" (DITEMUKAN-BEING)-aspek Ontologis, tapi juga mempunyai pengertian "subyektif" (MENEMUKAN-FINDING)- aspek Epistemologis. Wujud adalah masdaar dari wujida yang berarti DITEMUKAN. Wujud juga masdar dari Wajada yang berarti MENEMUKAN.
MENEMUKAN dan DITEMUKAN hanyalah identifikasi mana subyek mana obyek, pada kenyataan adalah menyatu secara harmonis. Saya sebagai subyek—yang menyodorkan KEPERLUAN menyatu dengan obyek (rokok 234)—yang menyodorkan KEGUNAAN, menyatu/ dalam satu kesatuan dalam proses/even MEROKOK.
Dalam kaitannya dengan ALLAH, pengertian Ibnu Arabi mengenai WUJUD meliputi ALLAH sebagai pribadi/zat yang mutlak juga proses menemukan ALLAH baik dalam ALAM dan dalam diri mereka sendiri, juga subyek yang mencari, yang secara praktis adalah Syuhud ("menyaksikan" atau "merenungkan") dan sebagai kelanjutannya adalah menjalankan perintahNYA. Orang pencari dan yang menemukan ALLAH tersebut Ahl Al-kasyf wa al-wujud (orang2 yang menyingkap dan menemukan). Jika diungkapkan lebih sederhana bahwa orang yang mengakui bahwa ALLAH itu WUJUD/ADA adalah orang yang pernah mencari ALLAH. Dan pengertian ini identik dengan konsep bahwa Tadzakkaru (mengingat apa yg sudah ditemukan) sebagai kelanjutan dari Tafakkaru (berfikir/merenung kemudian menemukan)

Transenden/Tanzih
Artinya adalah melampaui, mengatasi, diluar, persamaan.
Imanen/tasybih
Artinya adalah berada didalam, perbedaan,.
Contoh:
Jika ada dua jeruk : 1 jeruk Bali dan satunya lagi jeruk Sunkis, maka kategori "jeruk" transenden terhadap 2 jeruk tsb diatas & kategori "Bali" yang imanen dalam jeruk Bali adalah representasi (ada ciri spesifik pada jeruk Bali: bentuk, rasa dan aroma yang tidak terdapat pada jeruk Sunkis. Dan kategori "sunkis" adalah representasi dari ciri khas jeruk Sunkis yang tidak terdapat pada jeruk Bali

JIka ada pernyataan bahwa ALLAH transenden terhadap Alam dimengerti sebagai ALLAH terpisah dengan Alam.
Jika ada pernyataan bahwa ALLAH imanen terhadap Alam dimengerti sebagai ALLAH berada dalam Alam

Dalam kenyataannya tidak ada perbedaan 100% dan persamaan 100% (hukum metafisik juga menyatakan demikian). Pada kenyataannya, setiap hal mengandung 2 sekaligus, persamaan dan perbedaan. Perbedaan dan persamaan adalah dua sisi pada mata uang yang sama. Dengan pengertian tersebut, dalam kaitannya dengan ALLAH, ALLAH transenden (ALLAH sebagai pribadi yang saat ini unthouchable) sekaligus Imanen (Sunatullah baik yang terjadi diluar manusia atau pada diri manusia) dengan ALAM. Bicara eksistensi tidak berdiri sendiri/stand alone, tapi bermakna co-eksistens (seperti halnya pasangan yang saling member makna satu sama lain. Manusia bagian dari Alam juga transenden (kehendak bebas manusia yang belum patuh kepada ALLAH) sekaligus imanen terhadap ALLAH (semua bagian manusia-ruh dan badan kasar, kecuali kemauan bebasnya + sunatullah yang berlaku di ALAM ) .
Hal ini seperti ungkapan Bayazid : "Ya ALLAH dengan apa saya bisa mendekat kepada MU ? lalu ALLAH menjawab : dengan apa 2 yang tidak termasuk AKU yaitu sikap penghambaan dan ketergantungan"
Bukankah sikap tersebut merupakan ekspresi dari kemauan bebas, yang bisa patuh atau menolak/ingkar.
Imanensi ALLAH 100% membawa konsekwensi kepada bentuk politeisme dan transendensi ALLAH 100% membawa pada konsekwensi dualitas ALLAH dengan ALAM yang ditolak oleh Ibnu Arabi. Jika terjadi dualitas antara ALLAH dengan ALAM menyiratkan ALLAH tidak Maha Kuasa lagi dan dalam lingkup budaya hal ini sudah terjadi : system moneter (riba-kapitalisme), pendidikan (secular), politik (demokrasi), social (liberalism), hubungan internasional (premanisme)

Bahasa sufi adalah bahasa metafora, karena itu tidak bisa demengerti secara harfiah. Kesalah pahaman tentang konsep Wahdatul Wujud diduga berawal dari metafora sebagai harfiah. Wahdatul Wujud bukan kesatuan benda (kesatuan eksistensial) tapi kesatuan even/realitas (social budaya) yang didasari kesatuan kehendak. Realitas selain kehendak bebas manusia (fisika, biologi, kimia, astronomi, mekanika dan kenyataan alam yg lain) semuanya sudah "wahdatul wujud".

Lagi pula keberatan Islam mayoritas (yang berpendirian bahwa ALLAH terpisah dari ALAM (transenden 100%) ) tentang Wahdatul Wujud adalah ALLAH "hadir" di ALAM, yang ditafsirkan mengurangi kesucian ALLAH. Gamblangnya : masa ALLAH hadir dalam kotoran, sampah dan hal2 lain yang hina? Dengan PD nya "mayoritas" ini lantas memberikan stempel "KAFIR" terhadap kaum yang berpendirian bahwa ALLAH hadir di ALAM. Stempel kafir ini tercantum buku yang dibagikan gratis ketika pulang haji.
Pada hal ayatnya sudah jelas : "ALLAH meliputi Langit dan Bumi (segala sesuatu). Bisa dibayang kan jika ALLAH tidak hadir pada proses pembusukan (yang menurut orang-orang itu tidak kotor dan tidak suci), maka kita akan mengalami masalah serius dengan lingkungan hidup dan kesehatan kita. Justru dengan hal2 yang menurut kita kotor, ALLAH menampakkan kekuasaannya dengan penuh kasih sayang. Kalau ALLAH ikut2an "jijik" dengan apa yang kebanyakan dianggap kotor tersebut, bukan rahmad yang kita terima tapi bencana yang tiada terkira.
Bukannya sekularisme itu memisahkan ALLAH dari ALAM (transendensi total) ?? Bukankah kita sudah merasakan dampak sekularisme sekarang ini ?

Ya kalaupun ada yang tidak merasa cocok dengan pendapat Ibnu Arabi tidak perlu memberi label kafir, yang namanya manusia 'no bodies perfect' , kalaupun ada kekurangannya saya kira tidak akan menghapus segi positifnya yang bisa kita ambil hikmahnya. Mohon maaf jika ada kekurangan.

Refferensi :

*
Tesis doktoral Kauzhar Azhari Noor mengenai Ibnu Arabi (Wahdatul Wujud dalam perdebatan).
*
Filsafat Mistis Ibnu Arabi karangan A. Affifi (terjemahan).
*
Al Quran
*
Ontologi Metafisika Umum karangan A. Bakker


salam
jb
posted by widya @ 12:44 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
 
About Me



Nameera Ranupadma

Profil

Udah Lewat
Archives
Links
Affiliates
15n41n1