Thursday, July 19, 2007
Berkenalan dengan Ibn Araby
Ibnu Arabi bergelar Syaikhul Akbar, sangat populer di barat (amerika utara, latin, eropa) hingga timur (afrika, jazirah arab, hingga jepang) dibanding ulama-ulama fiqih. Pemikiran-pemikiran yang membumi sekaligus melangit menjadikannya kontroversi. Filsuf-filsuf barat demikian mengagumi sosok ini, sehingga penelitian tentang karya-karyanya tidak habis sampai hari ini.

Sebetulnya sederhana saja, beliau menyampaikan pengalaman-pengalaman spiritual yang berada di kawasan imajinatif, dalam pikiran, dalam hati, dalam rasa. Yang jelas membuat gerah orang-orang yang biasa beragama secara lahir. Misalnya begini, saya memandangi istri teman saya yang cantik, dan saya membayangkan bercumbu dengannya. Keliaran imajinasi saya ini saya ceritakan kepada teman saya. Apa kira-kira yang saya peroleh?
Kurang lebih hal ini yang membuat gerah ulama-ulama fiqih yang mengutamakan ibadah lahir untuk disodorkan kepada Allah sebagai imbalan surga.

sekilas Ibn Araby
http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Araby
bahasa inggris:
http://en.wikipedia.org/wiki/Ibn_Arabi
perkumpulan:
http://www.ibnarabisociety.org/

Buku-buku Ibn Araby yang telah diterjemahkan dari buku2 berbahasa non Arab ke dalam bahasa Indonesia (Indonesia paling ketinggalan mengenal karya Ibn Araby)
http://www.ibnarabisociety.org/reviews/publicindonesian.html

Dahulu saya termasuk yang termakan propaganda anti Ibn Araby. Seperti yang saya bilang, seolah-olah saya teman dekatnya yang mengenal betul dirinya. Saya ikut mewartakan Ibn Araby sebagai tokoh sesat. Astaghfirullah. Setelah membaca tulisan-tulisan beliau saya merinding, menangis dan menyesal. Jauh dari bayangan seorang ulama yang murtad. Pernyataan-pernyataan kontroversi Beliau memang tidak mudah dicerna secara akal, hanya bisa dicerna oleh hati yang bersih dan penuh kefakiran. Dua pernyataan beliau yang menunjukkan ketaatan beliau misalnya:

1. Pintu pertama menuju kepada Allah adalah pelaksanaan syariat secara ketat.
2. Ilham yang melanggar syariat berasal dari setan, ilham yang berasal dari Allah berada dalam kaidah syariat.

Dari kedua pernyataan beliau sendiri telah tercermin bahwa tidak ada celah untuk pelanggaran syariat. Yang jadi masalah memang beliau menyampaikan hal-hal yang gaib, yang sudah barang tentu tidak bisa dihakimi oleh siapapun.

Wihdatul Wujud
Konsep wihdatul wujud misalnya simpel, tidak seperti yang disebutkan menganggap diri kita Tuhan. Innalillahi wainnailaihi rajiun. Apakah ini tidak menunjukkan konsep wihdatul wujud?
Apakah kita wujud? 100 tahun lalu adakah kita, 100 tahun kedepan adakah kita? masih merasa wujud? Innalilahi wa innailaihi rajiun. Ini konsep yang simpel, yang Ada dan Maha Ada hanya Allah, yang satu, tunggal, esa, kita bisa dibilang bukan apa-apa selain kreasi Sang Maha Tunggal. Perumpamaannya adalah sel dalam tubuh kita. Sel dalam tubuh kita bisakah mengaku sebagai wahyu? Tentu tidak, saat sel darah merah diambil, dia hanya sesosok makhluk bernama sel darah merah. Dibakar sirna jadi debu. Namun saat berjuta sel bersatu dan menjadikan sosok unik yang disebut wahyu. Hasil karya Allah dialam semesta termasuk kita di dalamnya berkumpul dan bersatu menuju ke apa yang disebut Allah. Karena Dia yang Satu, Tunggal, Ada, Awal. Kita hanya refleksi kekuasaan Allah. Wihdatul wujud tidak serta merta berarti menjadikan makhluk menjadi Tuhan. Hati-hati memvonis lebih jauh, jangan sampai di penghisaban kelak kita menjadi orang yang bangkrut karena amal kita diberikan kepada Ibn Araby.

Arti Allah membutuhkan makhluk
Saat Allah belum menciptakan makhluk maka sifat-sifat Allah yang memerlukan obyek belum dikenal seperti: Pengasih, Penyayang, Pengampun. Karena Dia sendiri, dan berdiri sendiri, siapa selain Dia yang mengenal Dia sebagai Pengasih, Penyayang sedangkan Dia berdiri sendiri? Saat makhluk diciptakan maka sifat-sifat Allah mulai dikenal oleh makhluknya. Ini adalah gambaran sederhana bagaimana Allah "membutuhkan". Saat Allah tidak membutuhkan pengakuan tentu kita tidak perlu repot-repot baca syahadat. Dan apabila Allah "tidak membutuhkan" pengakuan, tentu orang kafir tidak akan dihukum. Ini adalah term "membutuhkan" yang saya pahami.

Perbuatan hamba adalah perbuatan Allah
"Padahal Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". Surah as-Saffat: 96
Ini pernyataan Allah sendiri. Saya tidak mencoba menafsirkan ayat tersebut, karena saya memang fakir dalam bidang itu. Saya mencoba menyederhanakan. Kita ada karena Allah, iblis ciptaan Allah, kebaikan dan kejahatan ciptaan Allah. Allah mengamati semua kejadian dan apa yang terbersit dalam hati manusia. Semua kejadian dipantau tanpa sedikitpun yang meleset. Orang yang mau membunuh, memperkosa, semua diamati, apabila Allah tidak berkenan maka semua kejadian itu tidak akan terjadi. Mudah saja, cabut nyawa si pembunuh selesai sudah. Si pembunuh, pemerkosa lahir karena kehendak Allah, bertemu dengan lingkungan yang membesarkan dia karena Allah, namun ada yang membedakan saat manusia diberi pilihan mengambil sikap, karena hanya ada 2 jalan, fujur dan takwa, tidak seperti malaikat hanya jadi takwa saja. Seorang pembunuh tidak dapat melaksanakan hajatnya karena dipenjara. Maka perbuatan membunuh tidak pernah akan ada karena demikian Allah menghendaki.
copy paste


Tidak sepakat dengan pemikiran Ibn Araby tidak masalah, seperti orang kafir menertawakan dan mencemooh ajaran Muhammad meski kita mengimaninya seluruh harta dan jiwa kita, dan mempertahankan argumen kita. Namun sampai hari ini orang kafir tetap lebih banyak daripada pengikut Muhammad. Tetapi beginilah penyakit umat Muhammad, saling menghujat dan mengkafirkan. Hati-hati, jangan jadi pribadi yang sok tahu, sok kenal, sok akrab. Bahkan ikut mewartakannya sebelum membaca dulu pemikiran-pemikirannya, berdasarkan perkataan orang terdahulu. Allah sendiri sudah memperingatkan dalam surat Hujurat: 49:11. Hati-hati wahai saudara mengkafirkan orang-orang yang nyata-nyata bersyahadat.

Wahyu, FG (fakir bin gembel)
posted by widya @ 5:50 PM   0 comments
Tuesday, July 17, 2007
Sayidina Ali ra Bicara Tentang Abu Bakr Ash-Shiddiq ra
copy paste


Sayidina Ali ra Bicara Tentang Abu Bakr Ash-Shiddiq ra

Sayidina Ali ra Bicara Tentang Abu Bakr Ash-Shiddiq ra
Dari Buku Naqshbandi Sufi Way
Mawlana Syekh Hisyam Kabbani ar-Rabbani qs


Bismillah hirRohman nirRohim

Rahasia diteruskan dan mengalir dari Guru seluruh umat, Rasulullah saw kepada Khalifah Pertama, Imam dari semua Imam, Abu Bakr ash-Shiddiq ra. Melalui beliau agama mendapat dukungan dan kebenaran dilindungi. Allah swt menyebut dan memujinya dalam
beberapa ayat suci Alquran,

“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka kelak Kami sediakan jalan
yang mudah” [92:5-7].

“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling bertaqwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada
seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi dia (memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi” [92:17-20].

Ibn al-Jawzi menyatakan bahwa seluruh ulama Muslim dan para Sahabat yakin bahwa ayat-ayat tersebut merujuk kepada Abu Bakr ra. Di antara orang banyak, beliau
dipanggil dengan sebutan “Al-Atiq,” artinya “yang paling saleh dan dibebaskan dari api neraka.”

Ketika ayat ke-56 Surat al-Ahzab diturunkan, yaitu bahwa, “Allah swt dan malaikatnya berselawat kepada Nabi Suci saw,” Abu Bakr ra bertanya apakah beliau termasuk yang mendapat berkah tersebut. Kemudian ayat ke-43 diturunkan dan dinyatakan bahwa,

“Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan
adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman” [33:43].

Ibn Abi Hatim ra menerangkan bahwa ayat ke-46 Surah Ar-Rahman merujuk kepada Abu Bakr ash-Shiddiq ra, “Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga” [55:46].

Merujuk kepada Abu Bakr ash-Shiddiq ra, Allah swt berfirman, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila
dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.

Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama
penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.” [46:15-16]

Ibn `Abbas ra berkata bahwa ayat ini merupakan deskripsi tentang Abu Bakr ash-Shiddiq ra, Allah swt memuliakan dan mengangkat kedudukannya di antara seluruh Sahabat Nabi saw. Selanjutnya Ibn `Abbas ra mencatat bahwa ayat 158 Surah Al-Imran diturunkan
dengan merujuk kepada Abu Bakr ra dan Umar ra,“Mintalah nasihat mengenai masalah-masalah penting kepada mereka.”

Akhirnya, kehormatan terbesar bagi Abu Bakr ra yaitu dalam menemani Nabi Suci saw dalam hijrahnya dari Mekah ke Madinah, ditunjukkan oleh ayat, “Ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: ‘Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah swt beserta kita’” [9:40].

Sebagai tambahan terhadap pujian Allah swt kepadanya, Abu Bakr ash-Shiddiq ra juga menerima pujian dari Nabi Suci saw dan para Sahabatnya. Hal ini dicatat dalam banyak riwayat hadis yang terkenal. Allah swt akan menunjukkan Keagungan-Nya kepada orang-orang secara umum, tetapi Dia akan menunjukkannya secara khusus kepada Abu Bakr ra.

Tidak pernah matahari menyinari seseorang lebih terang daripada Abu Bakr ra, kecuali ia seorang nabi. Tak satu pun yang diturunkan kepadaku yang tidak kuberikan ke dalam hati Abu Bakr ra.

Nabi saw berkata, "Tidak ada seseorang pun di mana aku mempunyai kewajiban tetapi tidak perlu membayar utangku kembali kecuali Abu Bakr ra, karena Aku berhutang banyak kepadanya dan Allah swt akan menggantinya di Hari Pembalasan nanti".

Jika aku akan mengangkat seorang sahabat karib (khalil) selain Tuhanku, aku akan memilih Abu Bakr ra. Abu Bakr ra tidak mendahuluimu karena banyak melakukan salat atau puasa, tetapi karena rahasia yang ada dalam hatinya.

Bukhari meriwayatkan dari Ibn `Umar ra bahwa, “Di masa Nabi saw kita tidak mengenal seseorang yang lebih tinggi daripada Abu Bakr ash-Shiddiq ra, lalu Umar ra, dan Utsman ra.”

Bukhari juga meriwayatkan dari Muhammad ibn al-Hanafiya ra (putra Sayidina Ali ra) bahwa, Aku bertanya kepada ayahku, ‘Siapa orang terbaik setelah Rasulullah saw?’ Beliau menjawab, ‘Abu Bakr ra.’Aku bertanya, ‘Siapa lagi?’ Beliau berkata, ‘Umar ra’Aku takut berikutnya beliau akan mengatakan ‘Utsman ra, jadi aku berkata, ‘lalu bagaimana dengan kau sendiri?’ Beliau menjawab, ‘Aku hanya orang biasa saja.’”

Tabarani meriwayatkan melalui Mu`adz ra bahwa Nabi saw bersabda, Aku mempunyai penglihatan spiritual di mana aku diletakkan di salah satu timbangan dan umatku
berada di sisi yang lain dan ternyata aku lebih berat. Kemudian Abu Bakr ra di tempatkan di satu sisi dan umatku di sisi yang lain, ternyata Abu Bakr ra lebih
berat. Kemudian Umar ra diletakkan di satu sisi dan umatku di sisi yang lain, ternyata Umar ra lebih berat. Kemudian Utsman ra diletakkan di satu sisi dan umatku di sisi yang lain, ternyata Utsman ra lebihberat. Lalu timbangan itu terangkat.

Hakim meriwayatkan bahwa `Ali as pernah ditanya,‘Wahai Penguasa yang beriman, terangkanlah kepada kami tentang Abu Bakr ra.’ Beliau menjawab, ‘Beliau adalah
orang yang Allah swt panggil dengan sebutan ash-Shiddiq dari lidah Nabi saw dan beliau adalah seorang khalif (penerus) Nabi saw. Kita menerimanya untuk agama kita dan kehidupan dunia kita.’

Banyak hadis lain yang menunjukkan pencapaian Abu Bakr ash-Shiddiq ra yang lebih tinggi dibandingkan para Sahabat yang lain. Abu Bakr ra merupakan teman terbaik dan Sahabat tercinta dari Nabi Suci saw. Selama hidupnya beliau diberkati untuk menjadi orang yang pertama dan utama, baik dalam hal keyakinan,dukungan, maupun cinta terhadap Nabi Suci saw. Untuk itu beliau diberi kehormatan dengan gelar ash-Shiddiq,
atau yang benar.

Beliau adalah orang dewasa pertama yang merdeka yang menerima Islam dari tangan Nabi saw. Beliau tidak pernah bergabung untuk menyembah berhala yang dilakukan para leluhurnya. Beliau memeluk Islam tanpa keraguan. Bertahun-tahun kemudian Nabi Suci saw mengingatkan, “Setiap kali Aku menawarkan Islam kepada seseorang, orang itu selalu menunjukkan keengganan atau keraguan dan mencoba untuk berargumentasi. Hanya
Abu Bakr ra yang menerima Islam tanpa keraguan dan argumentasi.”

Beliau yang pertama dalam hal dukungan spiritualnya. Beliau selalu kukuh dalam memberi dukungannya selama masa-masa sulit di Mekah. Beliau yang pertama berbicara ketika terjadi kejadian-kejadian di luar pemahaman akal, khususnya di antara Muslim baru, seperti halnya dalam kasus Isra’ dan Mi’raj. Kemudian di Madinah ketika perjanjian Hudaybiyya ditandatangani, hanya Abu Bakr ra yang kukuh imannya. Beliau menasihati para sahabatnya agar tidak bersifat kritis, melainkan tetap patuh dan setia kepada Nabi Suci saw.

Beliau juga yang pertama dalam hal bantuan material. Ketika Muslim lain memberi banyak harta untuk memperkuat iman mereka, Abu Bakr ra adalah orang pertama yang memberikan seluruh harta yang dimilikinya. Ketika ditanya apa yang ditinggalkan
untuk anak-anaknya, beliau menjawab, “Allah swt dan Nabi-Nya saw.” Ketika mendengar ini Umar ra berkata, “Tidak ada yang bisa melebihi Abu Bakr ra dalam memberi pelayanan kepada Islam.”

Beliau juga yang pertama dalam hal keramahan dan belas kasihan kepada mukmin pengikutnya. Sebagai pedagang yang sangat makmur, beliau selalu memperhatikan orang
yang lemah dan miskin. Beliau membebaskan 7 orang budak sebelum meninggalkan Mekah, di antaranya termasuk Bilal ra. Beliau bukan hanya membelanjakan uangnya yang sangat banyak untuk membebaskan mereka tetapi beliau juga membawa mereka ke rumahnya dan
mendidik mereka.

Ketika beliau menjabat sebagai khalif beliau berkata, Tolonglah aku, jika aku benar dan koreksilah aku jika aku salah. Orang-orang yang lemah di antara kalian harus menjadi kuat bersamaku sampai atas Kehendak Allah swt, haknya telah disyahkan. Orang-orang yang kuat di antara kalian harus menjadi lemah bersamaku sampai, jika Allah swt menghendaki, aku akan mengambil apa yang harus dibayarnya. Patuhilah aku selama aku patuh kepada Allah swt dan Nabi-Nya saw, bila aku tidak mematuhi Allah swt dan Nabi-Nya saw, jangan patuhi aku lagi.

Di masa-masa awal agama Islam, penafsiran mimpi dianggap sebagai praktik spiritual. Hanya mereka yang mempunyai hati yang suci dan penglihatan spiritual yang bisa mengalami mimpi yang bermakna, dan hanya mereka yang hatinya suci dan mempunyai penglihatan spiritual yang dapat menafsirkan mimpi tersebut. Abu Bakr ra merupakan penafsir mimpi yang terkenal. Nabi saw sendiri hanya akan berkonsultasi dengan beliau
dalam mencari kejelasan tentang mimpi kenabiannya. Sebelum perang Uhud, Nabi Suci saw dalam mimpinya melihat bahwa beliau menggembalakan ternak, tetapi beberapa di antaranya telah disembelih. Pedang yang beliau pegang patah. Abu Bakr ra menafsirkan bahwa binatang yang telah disembelih menunjukkan adanya kematian beberapa Muslim, dan pedang yang patah menandakan akan ada salah satu kerabat Nabi saw yang meninggal. Sayangnya kedua prediksi ini menjadi kenyataan dalam perang Uhud.

Abu Bakr ra juga seorang penyair sebelum menjadi Muslim. Beliau dikenal dengan deklamasinya yang luar biasa dan ingatannya yang sempurna terhadap puisi yang
panjang yang menjadi kebanggaan bangsa Arab. Kualitas ini menjadikan beliau menonjol dalam Islam. Bacaan Qurannya sangat jelas dan menyentuh sehingga banyak orang yang masuk Islam hanya karena mendengar bacaan beliau ketika sedang berdoa. Orang-orang Quraisy berusaha melarang beliau berdoa di halaman rumahnya untuk menghindari agar orang-orang tidak mendengarnya.


Juga karena ingatannya, banyak Hadis penting yang sampai pada kita sekarang. Di antaranya adalah hadis yang menunjukkan tata-cara salat yang benar dan yang menjelaskan secara spesifik mengenai proporsi yang tepat dalam zakat. Tetapi tetap saja di antara ribuan Hadis yang telah dibuktikan kesahihannya, hanya 142 saja yang berasal dari Abu Bakr ra. Putri beliau, ‘Aisya ra menyatakan bahwa ayahnya mempunyai buku berisi lebih dari 500 Hadis tetapi suatu hari beliau menghancurkannya. Pengetahuan yang tetap disembunyikan oleh Abu Bakr ra adalah yang berhubungan dengan pengetahuan surgawi, `ilmu-l-ladunni, yang menjadi sumber bagi pengetahuan para Wali, pengetahuan yang hanya dapat diteruskan dari hati ke hati.

Meskipun beliau seorang yang lemah lembut, beliau juga menjadi orang pertama dalam pertempuran. Beliau memberi dukungan kepada Nabi Suci saw dalam semua kampanyenya baik dengan pedang maupun dengan nasihatnya. Ketika yang lain gagal dan melarikan
diri, beliau tetap berada di sisi Nabinya yang tercinta. Diriwayatkan bahwa suatu ketika Ali as bertanya kepada para sahabat siapa yang mereka anggap paling berani. Mereka menjawab bahwa Ali as-lah yang paling berani. Tetapi beliau menjawab, “Bukan! Abu Bakr ra-lah yang paling berani. Dalam perang Badar di mana tidak ada satu pun yang berdiri untuk menjaga Nabi Suci saw salat, Abu Bakr ra berdiri dengan pedangnya dan tidak membiarkan musuh mendekat.”

Sudah tentu beliau yang menyusul Nabi Suci saw sebagai Khalifah dan pemimpin yang jujur. Beliau mendirikan Departemen Keuangan Umum (Baytu-l-mal) untuk memelihara orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Beliau juga yang pertama dalam
mengkompilasi seluruh Alquran dan menyebutnya sebagai "Mushaf."

Dalam hal transmisi spiritual, beliau adalah orang pertama yang memberi instruksi dalam metode membaca Kalima (La ilaha ill-Allah) yang keramat untuk memurnikan hati dengan cara berzikir, dan sampai sekarang, metode itu masih dilakukan dalam Tarekat
Naqsybandi.

Bukhari meriwayatkan dari Mabad ibn Hilal al-Anzi ra Hadis terkenal tentang tawasul melalui “la ilaha ill-Allah.”

Kami, yaitu beberap orang dari Basra , berkumpul dan pergi menjumpai Anas ibn Malik. Kami pergi dengan ditemani oleh Tsabit al-Bunnani agar ia dapat menanyakan tentang Hadis mengenai Tawasul atas nama kami. Lihatlah, Anas ada di rumah dan kedatangan kami bertepatan dengan salat Zuhurnya. Kami meminta izin untuk masuk dan beliau memersilakan kami masuk ketika masih berada di tempat tidurnya. Kami berkata kepada
Tsabit, ‘Jangan bertanya tentang hal lain dulu sebelum menanyakan Hadis tentang Tawasul.’ Ia berkata, ‘Wahai Abu Hamza! Ini ada beberapa saudaramu dari Basra yang
ingin menanyakan Hadis tentang Tawasul.’

Kemudian Anas berkata, ‘Muhammad saw berkata kepada kami, “Pada Hari Kebangkitan, orang-orang akan berbondong-bondong satu sama lain bagaikan gelombang. Lalu mereka akan datang kepada Adam as dan berkata, Tolong berikan kami syafaat dengan Tuhanmu.’ Beliau akan berkata, ‘Aku tidak berhak untuk itu, tetapi sebaiknya kalian pergi menemui Ibrahim as karena ia adalah Khalilullah, sahabat karib Allah swt Yang Maha
Pemurah.’

Mereka akan pergi menemui Ibrahim as dan ia akan berkata, ‘Aku tidak berhak untuk hal itu, sebaiknya kalian pergi menemui Musa as, karena ia adalah Qalamullah, yang berbicara secara langsung dengan Allah.’ Jadi mereka pergi menemui Musa as dan ia akan berkata, ‘Aku tidak berhak untuk itu, sebaiknya kalian pergi menemui Isa as, karena ia adalah Ruhullah, roh Allah swt dan Firman-Nya.’ Mereka akan menemui Isa as
dan ia akan berkata, ‘Aku tidak berhak untuk hal itu, sebaiknya kalian pergi menemui Muhammad saw.’

“Mereka akan datang padaku dan aku akan berkata, ‘Aku bisa melakukannya.’ Lalu aku akan memohon izin dari Allah swt dan syafaat itu akan diberikan. Lalu Dia akan menginspirasikan diriku untuk memuji-Nya dengan puji-pujian yang belum kuketahui sekarang. Aku akan memuji-Nya dengan puji-pujian itu dan akan bersujud di hadapan-Nya. Lalu akan dikatakan, ‘Wahai Muhammad saw, angkatlah kepalamu dan bicaralah karena ucapanmu akan didengar. Mintalah, karena permintaanmu akan dikabulkan. Berikanlah syafaatmu, karena perantaraanmu (tawasul) akan diterima.’ Aku akan berkata, ‘Wahai Tuhan, umatku, umatku!’ lalu akan dikatakan, ‘Pergilah keluarkan dari api neraka, mereka yang mempunyai iman di dadanya sebesar biji gandum.’…

“Aku akan pergi dan melakukan hal itu dan kemudian kembali untuk memuji-Nya dengan puji-pujian yang sama, dan bersujud di hadapan-Nya. Lalu akan dikatakan, ‘Wahai Muhammad saw, angkatlah kepalamu dan bicaralah karena ucapanmu akan didengar. Mintalah, karena permintaanmu akan dikabulkan. Berikanlah syafaatmu, karena perantaraanmu akan diterima.’ Aku akan berkata, ‘Wahai Tuhan, umatku, umatku!’ lalu akan dikatakan, ‘Pergilah keluarkan dari api neraka, mereka yang mempunyai iman di dadanya walaupun hanya seringan-ringannya biji mustard.”

Ketika kami meninggalkan Anas, aku berkata kepada beberapa sahabatku, ‘Mari kita mengunjungi Hasan yang menyembunyikan diri di rumah Abu Khalifa dan memintanya untuk menceritakan apa yang telah dikatakan oleh Anas ibn Malik kepada kita.’ Kami lalu pergi menemuinya dan memberi salam. Beliau menerima kami. Kami lalu berkata, ‘Wahai Abu Said! Kami mendatangimu setelah bertemu saudaramu Anas ibn Malik. Beliau menceritakan kepada kami Hadis mengenai Tawasul yang belum pernah kami dengar sebelumnya.’ Beliau berkata, ‘Seperti apa itu?’ Kami lalu menceritakan Hadis itu
kepadanya sampai kami mengatakan, ‘Beliau berhenti di situ.’ Hasan berkata, Seterusnya bagaimana?’ Kami berkata, ‘Beliau tidak melanjutkannya lagi.’

Hasan berkata, ‘Anas menceritakan Hadis itu kepadaku dua puluh tahun yang lalu ketika ia masih sangat muda. Aku tidak tahu apakah ia lupa atau ia tidak ingin
membuat kalian tergantung kepada apa yang mungkin telah ia katakan.’ Kami berkata, ‘Wahai Abu Said, ceritakanlah hal itu kepada kami.’ Beliau tersenyum dan berkata, ‘Manusia diciptakan sebagai makhluk yang terburu-buru. Aku menyebutkannya karena memang aku akan menceritakannya kepada kalian. Anas mengatakan hal yang sama kepadaku sebagaimana yang diceritakannya kepada kalian dan kemudian ia menambahkan, “Kemudian
aku (Nabi saw) akan kembali untuk keempat kalinya dan memuji-Nya dengan cara yang sama dan bersujud di hadapan-Nya. Kemudian akan dikatakan, ‘Wahai Muhammad saw, angkatlah kepalamu dan bicaralah karena ucapanmu akan didengar. Mintalah, karena permintaanmu akan dikabulkan. Berikanlah syafaatmu, karena perantaraanmu (tawasul) akan diterima.’ Aku akan berkata, ‘Wahai Tuhan, izinkanlah aku memberikan syafaat kepada setiap orang yang mengucapkan, “La ilaha ill-Allah.”’ Kemudian Allah swt akan mengatakan, ‘Demi Kekuasaan dan Kemuliaan-Ku, Kebesaran dan Keagungan-Ku, Aku akan mengeluarkan dari neraka siapa pun yang mengucapkan, ‘La ilaha ill-Allah’.”’

Meskipun Allah swt memuliakan Abu Bakr ra dengan menjadikannya orang yang pertama dalam segala hal, Allah swt bahkan memberinya kemuliaan lebih banyak ketika beliau memilih untuk menjadi yang kedua. Karena Abu Bakr ra satu-satunya Sahabat Nabi Suci saw dalam hijrahnya dari Mekah ke Madinah. Mungkin sebutan akrab bagi beliau adalah "yang kedua di antara berdua ketika mereka berada dalam gua," seperti yang telah disebutkan dalam Surat [9:40]. Umar ra berkata, “Aku berharap suatu hari nanti, seluruh amal dalam hidupku akan setara dengan amalnya.”

Ibn `Abbas ra berkata bahwa suatu hari Nabi saw sakit. Beliau pergi ke masjid dengan kepala yang ditutupi sehelai kain. Beliau duduk di mimbar, dan berkata, “Jika aku harus mengangkat seseorang sebagai teman akrabku (khalil), aku akan memilih Abu Bakr ra, tetapi teman terbaik bagiku adalah persahabatan dalam Islam.” Kemudian beliau memerintahkan agar semua pintu rumah di sekitar masjid yang terbuka ke arah masjid Nabi saw agar ditutup kecuali pintu milik Abu Bakr ra. Dan pintu itu tetap terbuka sampai hari ini.

Keempat Imam dan para Syekh Tarekat Naqsybandiyyah memahami dari Hadis tersebut bahwa seseorang yang mendekati Allah swt melalui ajaran dan teladan Abu Bakr ra akan menemukan dirinya melewati satu-satunya pintu yang tetap terbuka kepada hadirat Nabi saw.


Dari Kata-katanya Abu Bakar ra

Tidak ada pembicaraan yang baik jika tidak diarahkan untuk memperoleh rida Allah swt. Tidak ada manfaat dari uang jika tidak dibelanjakan di jalan Allah swt. Tidak ada kebaikan dalam diri seseorang jika kebodohannya mengalahkan kesabarannya. Dan jika
seseorang tertarik dengan pesona dunianya yang rendah, Allah swt tidak akan rida kepadanya selama dia masih menyimpan hal itu dalam hatinya.

Kita menemukan kedermawanan dalam Taqwa (kesadaran akan Allah swt), kekayaan dalam Yaqin (kepastian), dan kemuliaan dalam kerendahan hati. Waspadalah terhadap kebanggaan sebab kalian akan kembali ke tanah dan tubuhmu akan dimakan oleh cacing.

Ketika beliau dipuji oleh orang-orang, beliau akan berdoa kepada Allah swt dan berkata, ‘Ya Allah swt, Engkau mengenalku lebih baik dari diriku sendiri, dan Aku lebih mengenal diriku daripada orang-orang yang memujiku. Jadikanlah Aku lebih baik daripada yang dipikirkan oleh orang-orang ini mengenai diriku, maafkanlah dosa-dosaku yang tidak mereka ketahui, dan janganlah jadikan Aku bertanggung jawab atas apa yang
mereka katakan.’

Jika kalian mengharapkan berkah Allah swt, berbuatlah baik terhadap hamba-hamba- Nya.

Suatu hari beliau memanggil Umar ra dan menasihatinya sampai Umar ra menangis. Abu Bakr ra berkata kepadanya, ‘Jika engkau memegang nasihatku, engkau akan selamat, dan nasihatku adalah “Harapkan kematian selalu dan hidup sesuai dengannya.’”

Mahasuci Allah swt yang tidak memberi hamba-hamba- Nya jalan untuk mendapat pengetahuan mengenai-Nya kecuali dengan jalan ketidakberdayaan mereka dan tidak ada
harapan untuk meraih pencapaian itu.

Abu Bakr ra berpulang ke Rahmatullah pada hari Senin (seperti halnya Nabi saw sendiri) antara Maghrib dan Isya pada tanggal 22 Jumadil Akhir, 13 AH. Semoga Allah swt memberkatinya dan memberinya kedamaian. Nabi Suci saw pernah berkata kepadanya, “Abu Bakr ra, engkau akan menjadi orang pertama dari umatku yang masuk Surga.”

Rahasia Kenabian diteruskan dari Abu Bakr ra kepada
penerusnya, Salman al-Farisi ra.

Wa min Allah at Tawfiq


wasalam, arief hamdani
President Rabbani Sufi Institut Indonesia
www.rumisuficafe.blogspot.com
posted by widya @ 1:13 PM   0 comments
Menuju Allah
copy paste


Muhamad Kurtubi Tuesday, 12 June 2007

*Menuju Allah*
Adalah upaya yang harus terus menerus diupayakan seorang hamba.

Banyak cara dan jalan yang ditempuh oleh para ulama terdahulu mengajarkan pada kita. Termasuk di dalamnya adalah gerakan batin (hakekat). Semisal yang dicanangkan oleh Al Hallaj dan diteruskan oleh Syekh Siti Jenar di Indonesia. Di samping itu ada banyak jenis gerakan selain Siti Jenar yang dicanangkan oleh para Wali (songo). Diantaranya adalah thareqat. Pertanyaanya, apakah gerakan tarekat yang dicanangkan para wali itu masuk dalam kategori syareat atau gerakan hakekat?

Islam lahir didahului oleh hakekat baru kemudian syareat. Buktinya Nabi saw lama bertahannuts (bermalam) di gua Hira. Beliau menghabiskan malam-malamnya di sana untuk beribadah dengan mengabdikan diri kepada Allah swt. Beberapa malam kemudian, turunlah wahyu pertama. Di sinilah syareat mulai dibentuk untuk umatnya.

Namun pada giliran periode berikutnya, muncul gerakan yang mirip hakekat yang diajarkan oleh Al Hallaj yang cukup bertentangan dengan syareat pada umumnya. Beratus tahun kemudian hadir pula di Indonesia. Pelopornya adalah Syekh Siti Jenar. Gerakan ini cukup berhasil membawa para pengikutnya untuk terus mengupayakan gerakan ini berkembang. Entah bagaimana, akhirnya syareat yang biasanya dianut oleh masyarakat umum tiba-tiba tidak lagi menjadi fokus utama dalam beribadah kepada Allah. Yang hadir dan ramai di anut oleh masyarakat adalah sejenis hakekat. Di antara yang kerap dibicarakan oleh orang-orang adalah ungkapan “eling”. Atau “manungaling kaula Gusti”. Semacam penyadaran akan penyatuan antara hamba dengan Tuhannya.

Konon ajaran itu masuk dalam kategori hakekat. Adapun syareatnya tidak seperti para penganut Islam biasanya. Atau barangkali tidak ada syareat sama sekali. Seandainya pun ada syareat, maka dipastikan sangat berbeda dengan para pemegang rukun Islam pada umumnya.

Ajaran Syekh Siti Jenar, salah satunya adalah gerakan shalat di atas daun. Generasinya hingga kinipun masih mempraktekkannya. Selembar daun dipotong dan digelar sebagai sajadahnya lalu melaksanakan shalat di atas daun itu di permukaan air. Atau suatu ketika selembar daun pisang menempel di dahannya, maka di situlah mengerjakan shalatnya. Jadi begitulah seorang yang mendalami ilmu syareat Syeh Siti Jenar. Karenanya, tidak mustahil seseorang itu mempelajari bagaimana bisa terbang dan menghilang. Itulah yang diajarkannya. Itulah karomahnya.

Di samping ajaran tersebut ajaran lainnya seperti shalat, puasa dan lain-lainnya sama dengan kita. Tidak ada yang membedakannya. Hanya saja mungkin dalam hal pemikiran tentang falsafah teologinya. Adapun syareatnya tetap sama. Tetapi apakah juga mereka yang disebut kelompok "eling" atau Islam abangan masuk dalam kategori pengikut Syekh Siti Jenar, hal ini penulis tidak memahaminya. Barangkali akan ada perdebatan atau pelengkapan dalam artikel ini. Mungkin para syeh-syeh bisa menambahkan atau membantah atau berkeberatan atas artikel ini.

*Bagaimana dengan Gerakan para Wali Lainya?*

Menurut Abdullah As Sya’roni bukan itu yang istimewa. Karomah dipandang oleh As Sya’roni adalah al Istiqomah, meskipun kecil kelihatannya. Sehingga timbul ungkapan “khoirun min alfi karomah” istiqomah itu lebih baik daripada seribu karomah. Karenanya, tidak perlu tertarik dan tidak perlu mempelajari hal-hal seperti itu. Inilah yang disebut gerakan tarekat yang dipelopori oleh para aulia. Karenanya pernah ada seorang ulama besar membuat geger orang-orang, dimana shalatnya tidak pernah diketahui. Namun tiba-tiba saja ulama itu ada di sana. Wallahu a’lam kita tidak tahu, namun itulah gerakan mereka. Jadi sangat antik mereka punya gerakan.

Karena itu Wali Songo tidak mau ketinggalan punya "gerakan" juga. Thareqah namanya. Jadi tarekat yang diajarkan para wali itu sangat jelas dan terlihat apa adanya. Para pengikut tarekat saat berkumpul ramai-ramai kemudian melakukan dzikir tarekat bersama-sama. Ramai-ramai di talqin atau di baiat oleh musyidnya, oleh muqoddam atau khalefah, terserah istilahnya apa, itu semata-mata untuk melestarikan gerakan Wali Songo.

Itulah alasannya mengapa para pengikut tarekat berkumpul. Sementara para pengikut syekh Siti Jenar pun gigih membikin generasi penerusnya dengan gerakan-gerakan yang dianggap kontroversial. Sementara grupnya Wali Songo ternyata kelihatannya lebih berhasil dalam gerakannya. Sehingga berkembanglah tarekat di seluruh dunia dengan berbagai versi dan silsilahnya hingga kini.

Salah satu inti gerakan tarekat yang dikedepankan oleh para Wali Songo adalah hal yang jelas bentuk syareatnya. Buktinya adalah orang-orang tarekat dzikirnya jelas, bagaimana ucapananya, dimana tempat berdzikirnya, apa yang diucapkan, siapa gurunya dan kepada siapa silsilahnya begitu jelas hingga wusul kepada Rasulullah saw. Tanpa ada yang disembunyikan sama sekali. Bahkan mengikuti tarekat itu sendiri adalah pekerjaan biasa-biasa saja.

*Tentang ajaran hakikat*

Pada tarekat yang diajarkan para wali hanya mengajarkan khofi selebihnya dzikir, sholawat dan membaca Al qur’an kepada para pengamal tarekat. Khofi sendiri merupakan hal rahasia yang tidak bisa diajarkan melainkan dengan talqin kepada mursyidnya, muqoddam atau khalifahnya. Namun ajaran “hakekat” yang dikedepankan oleh tarekat tidak untuk menciptakan sebuah kelebhan (karomah). Semata-mata hanya untuk bagaimana mampu berkomunikasi kepada Allah dalam segala tingkat keadaan dan situasi. Jika pun ada kelebihan yang ditimbulkan, hal itu semata-mata karena maziah saja dan tidak ditampakkan. Bahkan jika seorang pengikut tarekat memiliki karomah, ia sendiri menganggapnya sebagai beban yang berat sekali dipikulnya. Pendeknya, menjadi pengamal tarekat adalah individu yang siap menjadi orang yang biasa-biasa saja. Menjadi individu yang selalu siap menerima keadaan apapun dalam situasi apapun dengan terus-menerus meningkatkan komunikasi dengan Allah swt.

*Tak Perlu Diadu*.

Bukan berarti gerakan Wali Songo lebih baik dari gerakan Syekh Siti Jenar atau sebaliknya. Hal itu tidak perlu diadu dan dibuat komparasi (perbandingan). Karena hal ini tidak perlu diadu antara kelebihan dan kekurangannya. Sebab dalam salah satu ajaran tarekat menyebutkan bahwa tidak perlu mengoreksi ilmu orang lain. Nafsi-nafsi saja. Memperbaiki dan menambah kekurangan diri.

Akhirnya, seringkali para guru mengajarkan kepada para pengikutnya:
marilah bersama-sama untuk saling tertarik guna mendalami ilmu bersama Allah SWT. Ilmu ini berada dalam hati, bukan di dalam pikiran. Sebab ilmu tarekat tidaklah mengajarkan seseorang ahli suatu bidang, melainkan bagaimana memanaj hati. Jika hati tenang maka akan menolong segala urusan keduniaan dan keakhiratan. Bukankah Allah menjanjikan: “Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.. (Ar Ra’ad: 28)

Wallhu a’lam.
posted by widya @ 12:58 PM   0 comments
Mengapa Ibnu Arabi divonis kafir? Apa kesalahannya?
copy paste

Aslm. Wr. Wb

Sepengetahuan dan sepemahaman saya, bahwa konsep dasar Ibnu Arabi, yang membuat kontroversi bagi khalayak mayoritas adalah Wahdatul Wujud, paham KESATUAN WUJUD, yang dimengerti oleh kebanyakan sebagai BERSATUNYA/ MANUNGGAL MANUSIA DENGAN ALLAH dan kemudian diplesetkan lagi menjadi ANA AL HAQQ, ALLAH = MANUSIA (KHALIK=MAKHLUK) sebagai akibat ego/anfus yang di-fana-kan. Dalam literature Filsafat, Wahdatul Wujud diberi label "Panteistime", "Monisme" & "Panteisme yang monistik".
Panteisme adalah teori memandang segala sesuatu yang terbatas sebagai aspek, modifikasi atau bagian dari satu wujud yang kekal dan ada dengan sendirinya. Yang memandang semua benda material dan pikiran berasal dari satu subtansi yang tak berhingga dan tunggal, yaitu ALLAH. ALLAH mencakup semua yang ada dan tidak ada yang tidak tercakup.
Monisme adalah teori yang menyatakan bahwa realitas pada dasarnya satu kesatuan.

Sejarah singkat Wahdatul Wujud
Hasil penyelidikan terbaru menunjukkan bahwa dalam karya2nya, Ibnu Arabi tidak menyatakan secara eksplisit istilah Wahdatul Wujud. Istilah Wahdatul Wujud sebetulnya diperkenalkan oleh Sadr al Din al-Qunawi (126 tahun setelah Ibnu Arabi meninggal). Yang memberikan pengertian sama denga Ibnu Arabi : Meskipun Esa dalam zat-Nya (Tanzih/ Transenden/ Melampaui/ Persamaan) tapi mempunyai multi penampakan (Tasybih/ Imanen/ Didalam/ Perbedaan). Menurut paham anthropomorpis pernyataan bahwa Allah "melihat", "mendengar" atau "punya tangan" (seperti manusia yang diperbesar). Tapi menurut Ibnu Arabi, pernyataan di atas dimengerti sebagai: ALLAH imanen /hadir dalam "Proses Melihat yaitu mata, gelombang cahaya dan obyek penglihatan", "Proses Mendengar yaitu telinga, gelombang suara dan sumber bunyi" dan hadir dalam "tangan, motivasi dan proses gerakan tangan".

Wahdat (Kesatuan)
Satu secara matematis adalah abstraksi, konsep yang ada dalam pikiran, pada kenyataanya tidak bias berdiri sendiri memerlukan atribut (satuan) : satu meter, satu ton satu ekor, satu biji jagung, satu mobil. Mobil bisa dikatakan satu mobil jika mobil tersebut lengkap dan berfungsi-sebagai alat transportasi (berdasarkan desain/cetak biru). Jika bannya hilang satu tidak bisa dikategorikan satu mobil karena tidak lengkap dan tidak berfungsi.
Kesatuan secara tidak langsung/ tersirat berbicara keragaman seperti halnya dua sisi pada mata uang yang sama, Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia adalah satu (aspirasi) meskipun terdiri dari berragam etnis dan budaya. Satu mobil adalah satu dalam hal tertentu (fungsi) dan beragam dalam hal lain (terdiri dari berbagai macam komponen dengan fungsi2 yang berbeda tapi saling sinergi).

Wujud
Selama ini wujud dimengerti sebagai ADA. "ADA" pada dasarnya hanyalah konsep yang ada dalam pikiran/ abstraksi. DAlam kenyataannya, ADA adalah "kalimat jawaban" memerlukan latar belakang yang memerlukan latar belakang /pertanyaan. Contoh: Saya ke warung pinggir jalan. "Bu, saya perlu rokok Ji Sam Soe" atau "Ada rokok Ji Sam Soe ?" . Jawab Ibu yang punya warung : "Ini pak rokok Ji Sam Soe-nya" (Ji Sam Su ADA). Kehadiran rokok 234 adalah jawaban atas keperluan/pencarian saya akan rokok.
Dari tinjauan bahasa, wujud tidak hanya mempunyai pengertian "obyektif" (DITEMUKAN-BEING)-aspek Ontologis, tapi juga mempunyai pengertian "subyektif" (MENEMUKAN-FINDING)- aspek Epistemologis. Wujud adalah masdaar dari wujida yang berarti DITEMUKAN. Wujud juga masdar dari Wajada yang berarti MENEMUKAN.
MENEMUKAN dan DITEMUKAN hanyalah identifikasi mana subyek mana obyek, pada kenyataan adalah menyatu secara harmonis. Saya sebagai subyek—yang menyodorkan KEPERLUAN menyatu dengan obyek (rokok 234)—yang menyodorkan KEGUNAAN, menyatu/ dalam satu kesatuan dalam proses/even MEROKOK.
Dalam kaitannya dengan ALLAH, pengertian Ibnu Arabi mengenai WUJUD meliputi ALLAH sebagai pribadi/zat yang mutlak juga proses menemukan ALLAH baik dalam ALAM dan dalam diri mereka sendiri, juga subyek yang mencari, yang secara praktis adalah Syuhud ("menyaksikan" atau "merenungkan") dan sebagai kelanjutannya adalah menjalankan perintahNYA. Orang pencari dan yang menemukan ALLAH tersebut Ahl Al-kasyf wa al-wujud (orang2 yang menyingkap dan menemukan). Jika diungkapkan lebih sederhana bahwa orang yang mengakui bahwa ALLAH itu WUJUD/ADA adalah orang yang pernah mencari ALLAH. Dan pengertian ini identik dengan konsep bahwa Tadzakkaru (mengingat apa yg sudah ditemukan) sebagai kelanjutan dari Tafakkaru (berfikir/merenung kemudian menemukan)

Transenden/Tanzih
Artinya adalah melampaui, mengatasi, diluar, persamaan.
Imanen/tasybih
Artinya adalah berada didalam, perbedaan,.
Contoh:
Jika ada dua jeruk : 1 jeruk Bali dan satunya lagi jeruk Sunkis, maka kategori "jeruk" transenden terhadap 2 jeruk tsb diatas & kategori "Bali" yang imanen dalam jeruk Bali adalah representasi (ada ciri spesifik pada jeruk Bali: bentuk, rasa dan aroma yang tidak terdapat pada jeruk Sunkis. Dan kategori "sunkis" adalah representasi dari ciri khas jeruk Sunkis yang tidak terdapat pada jeruk Bali

JIka ada pernyataan bahwa ALLAH transenden terhadap Alam dimengerti sebagai ALLAH terpisah dengan Alam.
Jika ada pernyataan bahwa ALLAH imanen terhadap Alam dimengerti sebagai ALLAH berada dalam Alam

Dalam kenyataannya tidak ada perbedaan 100% dan persamaan 100% (hukum metafisik juga menyatakan demikian). Pada kenyataannya, setiap hal mengandung 2 sekaligus, persamaan dan perbedaan. Perbedaan dan persamaan adalah dua sisi pada mata uang yang sama. Dengan pengertian tersebut, dalam kaitannya dengan ALLAH, ALLAH transenden (ALLAH sebagai pribadi yang saat ini unthouchable) sekaligus Imanen (Sunatullah baik yang terjadi diluar manusia atau pada diri manusia) dengan ALAM. Bicara eksistensi tidak berdiri sendiri/stand alone, tapi bermakna co-eksistens (seperti halnya pasangan yang saling member makna satu sama lain. Manusia bagian dari Alam juga transenden (kehendak bebas manusia yang belum patuh kepada ALLAH) sekaligus imanen terhadap ALLAH (semua bagian manusia-ruh dan badan kasar, kecuali kemauan bebasnya + sunatullah yang berlaku di ALAM ) .
Hal ini seperti ungkapan Bayazid : "Ya ALLAH dengan apa saya bisa mendekat kepada MU ? lalu ALLAH menjawab : dengan apa 2 yang tidak termasuk AKU yaitu sikap penghambaan dan ketergantungan"
Bukankah sikap tersebut merupakan ekspresi dari kemauan bebas, yang bisa patuh atau menolak/ingkar.
Imanensi ALLAH 100% membawa konsekwensi kepada bentuk politeisme dan transendensi ALLAH 100% membawa pada konsekwensi dualitas ALLAH dengan ALAM yang ditolak oleh Ibnu Arabi. Jika terjadi dualitas antara ALLAH dengan ALAM menyiratkan ALLAH tidak Maha Kuasa lagi dan dalam lingkup budaya hal ini sudah terjadi : system moneter (riba-kapitalisme), pendidikan (secular), politik (demokrasi), social (liberalism), hubungan internasional (premanisme)

Bahasa sufi adalah bahasa metafora, karena itu tidak bisa demengerti secara harfiah. Kesalah pahaman tentang konsep Wahdatul Wujud diduga berawal dari metafora sebagai harfiah. Wahdatul Wujud bukan kesatuan benda (kesatuan eksistensial) tapi kesatuan even/realitas (social budaya) yang didasari kesatuan kehendak. Realitas selain kehendak bebas manusia (fisika, biologi, kimia, astronomi, mekanika dan kenyataan alam yg lain) semuanya sudah "wahdatul wujud".

Lagi pula keberatan Islam mayoritas (yang berpendirian bahwa ALLAH terpisah dari ALAM (transenden 100%) ) tentang Wahdatul Wujud adalah ALLAH "hadir" di ALAM, yang ditafsirkan mengurangi kesucian ALLAH. Gamblangnya : masa ALLAH hadir dalam kotoran, sampah dan hal2 lain yang hina? Dengan PD nya "mayoritas" ini lantas memberikan stempel "KAFIR" terhadap kaum yang berpendirian bahwa ALLAH hadir di ALAM. Stempel kafir ini tercantum buku yang dibagikan gratis ketika pulang haji.
Pada hal ayatnya sudah jelas : "ALLAH meliputi Langit dan Bumi (segala sesuatu). Bisa dibayang kan jika ALLAH tidak hadir pada proses pembusukan (yang menurut orang-orang itu tidak kotor dan tidak suci), maka kita akan mengalami masalah serius dengan lingkungan hidup dan kesehatan kita. Justru dengan hal2 yang menurut kita kotor, ALLAH menampakkan kekuasaannya dengan penuh kasih sayang. Kalau ALLAH ikut2an "jijik" dengan apa yang kebanyakan dianggap kotor tersebut, bukan rahmad yang kita terima tapi bencana yang tiada terkira.
Bukannya sekularisme itu memisahkan ALLAH dari ALAM (transendensi total) ?? Bukankah kita sudah merasakan dampak sekularisme sekarang ini ?

Ya kalaupun ada yang tidak merasa cocok dengan pendapat Ibnu Arabi tidak perlu memberi label kafir, yang namanya manusia 'no bodies perfect' , kalaupun ada kekurangannya saya kira tidak akan menghapus segi positifnya yang bisa kita ambil hikmahnya. Mohon maaf jika ada kekurangan.

Refferensi :

*
Tesis doktoral Kauzhar Azhari Noor mengenai Ibnu Arabi (Wahdatul Wujud dalam perdebatan).
*
Filsafat Mistis Ibnu Arabi karangan A. Affifi (terjemahan).
*
Al Quran
*
Ontologi Metafisika Umum karangan A. Bakker


salam
jb
posted by widya @ 12:44 PM   0 comments
Monday, July 16, 2007
Dilarang membawa anak balita ke masjid saat tarawih?
copy paste

Dilarang membawa anak balita ke masjid saat tarawih?


Mungkin pengumuman seperti tersebut di atas akan jamak kita dengar di masjid-masjid dan mushalla-mushalla selama bulan ramadhan. Seperti yang dulu biasa saya dengarkan di masjid sebelah rumah orang tua saya. Seperti biasanya juga saya amini pengumuman dari ta'mir tersebut, berdasarkan
keinginan bersama untuk lebih khusyu' tanpa terganggu oleh teriakan anak-anak kecil.

Akan tetapi rasanya jadi berbeda ketika beberapa malam lalu saya mendengar pengumuman yang menghimbau jamaah untuk tidak membawa anak balita selama shalat tarawih di masjid di lingkungan tempat saya tinggal sekarang. Malam itu adalah malam pertama kali dilaksanakan shalat tarawih.
Artinya besoknya adalah puasa ramadhan hari pertama.

Terlihat cukup banyak anak-anak usia balita yang ikut orang tuanya ke masjid untuk shalat tarawih. Beberapa diantaranya ada yang kelihatannya sudah duduk di bangku sekolah dasar. Biasalah, layaknya anak-anak kecil lainnya, bukannya mengikuti tawarih dengan khusyu' dan tuma'ninah, mereka malah berkumpul dan bercanda rame-rame.

Buat saya sih, kondisi seperti itu oke-oke saja. Saya mahfum karena memang anak kecil sedang dalam masanya bermain-main. Dan kebetulan juga saya merasa tidak terlalu terganggu oleh candaan anak-anak itu. Tapi ternyata tidak
begitu buat beberapa orang jama'ah dan ta'mir masjid. Pada waktu memberikan kultum, seorang ta'mir memberikan arahan kepada seluruh jamah untuk selanjutnya tidak lagi membawa anak balita ke masjid. Karena menurut beliau, balita yang berkumpul di masjid akan menyebabkan jamah menjadi tidak
khusyu shalatnya. Buktinya pada saat itu terdengar anak-anak kecil sedang berkumpul dan saling berbicara dengan suara yang agak keras.

Pengumuman ta'mir tersebut mengejutkan saya. Memang sih, sebelum memberikan arahan beliau terlebih dulu meminta maaf apabila apa yang akan disampaikan mungkin menyinggung perasaan sebagian jamaah. Tapi tetap saja saya kaget.

Yang membuat saya terkejut adalah ternyata kita sendiri masih membuat batasan tentang siapa yang berhak dan layak untuk datang ke baitul-Lah. Padahal di mata Allah semua manusia adalah sama dan sederajat. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan lainnya. Allah sangat egaliter. Baik seorang ustadz dan orang tua ataupun anak kecil, masing-masing memperoleh kesempatan yang sama untuk menjadi tamu Allah di rumah-Nya.

Saya tidak terlalu ingat, tapi seingat saya dalam salah satu hadits disebutkan bahwa suatu ketika Kanjeng Rasul mengerjakan shalat berjamaah dengan para sahabat. Saat itu Kanjeng Rasul mengerjakan salah satu sujudnya dalam waktu
yang cukup lama. Sehingga membuat para sahabat heran dan bertanya-tanya. Setelah selesai sahalat, akhirnya Kanjeng Nabi menjelaskan mengapa salah satu sujudnya lama adalah karena waktu itu cucu beliau yang masih kecil sedang duduk di leher beliau. Kanjeng Rasul tidak mau mengganggu keasyikan cucunya, sehingga memutuskan untuk menunggu sampai si cucu bosan dan turun dari leher Kanjeng Rasul.
Setelah itu baru Kanjeng Rasul melanjutkan shalat ke rakaat berikutnya.

Subhanallah.. Bahkan Kanjeng Rasul sekalipun masih menghormati cucunya yang notabene seorang anak kecil yang sedang bermain-main dan duduk di atas leher beliau. Lalu mengapa kita masih dengan sombongnya melarang anak-anak balita kita untuk menjadi tamu Allah? Apakah dengan menjadi orang tua membuat kita merasa sah untuk menentukan layak atau tidaknya seorang balita ikut datang ke masjid?

Rasulullah adalah manusia pilihan yang semenjak dari lahirnya sudah dijaga hati, lisan dan tindakannya oleh Alah dari perbuatan buruk. Namun Kanjeng Rasul masih menyempatkan waktu membiarkan seorang balita bermain-main di atas leher beliau meskipun saat itu Kanjeng Rasul sedang menjadi imam shalat berjamaah dengan para sahabat.
Kemudian seperti apakah kita dibandingkan dengan Rasulullah? Sederajatkah kita yang sangat banyak dosanya ini dibandingkan dengan Kanjeng Rasul yang ma'shum? Lalu mengapa kita dengan mudahnya menentukan bahwa anak-anak kita yang masih berumur balita tidak layak menjadi tamu Alah di rumah-Nya?

Dalam keyakinan saya, belum tentu di hadapan Allah saya lebih suci dibandingkan anak saya yang baru berumur 14 bulan. Belum tentu doa saya lebih makbul dibandingkan dengan doa anak saya. Belum tentu saya lebih diajeni oleh Allah di dalam rumah-Nya dibandingkan dengan anak saya.
Belum tentu juga shalat yang saya lakukan di masjid lebih diridlai Allah dibandingkan dengan kehadiran anak saya di sana.

Kehadiran anak-anak di masjid adalah sebenarnya proses pembelajaran bagi mereka. Anak-anak kita akan melihat bagaimana cara shalat yang baik dan benar. Anak-anak juga akan melihat bagaimana para orang tuanya bermusyawarah tentang kepentingan bersama di masjid. Anak-anak akan belajar memahami bahwa masjid adalah pusat seluruh aktivitas masyarakat di lingkungannya. Namun bagaimana semangat "back to mosque" tersebut dapat ditanamkan ke benak anak-anak kita apabila dari awal kita sudah membuat saringan layak atau tidak layak bagi mereka untuk menjadi tamu Allah di rumah-Nya sendiri?

Dalam keyakinan saya, spiritualitas dan kekhusyukan kita dalam beribadah tidak ditentukan oleh usia. Tidak ditentukan juga oleh seberapa ramai atau seberapa sepi lingkungan tempat kita beribadah. Tapi lebih banyak ditentukan oleh seberapa ikhlas kita bersedia beribadah dan berdzikir atas nama Allah. Bukan atas nama yang lainnya.

Sebagai akhiran, saya mengutip perkataan salah seorang sahabat bahwa penyakit orang baik adalah pada saat dia merasa dirinyalah yang paling baik. Sehingga kita harus selalu berhati-hati karena batas antara baik dan buruk sangatlah tipis. Bahkan terkadang tanpa terasa kita sudah berjalan melintasi batas tersebut dan berada di area seberang hanya karena kita merasa sedikit lebih baik dari seorang balita.

Semoga Allah masih berkehendak mengijinkan kita semua untuk bertemu dengan ramadhan tahun depan. Karena bulan ramadhan adalah saat yang tepat untuk melakukan introspeksi diri untuk kemudian selanjutnya kita jadikan sebagai dasar transformasi diri menuju ke arah yang lebih baik.

Banyuwangi, 25 September 2006
Aziz Fajar Ariwibowo

Permasalahan bawa anak ke mesjid atau tidak bawa anak ke mesjid, shalat khusyu atau tidak khusyu.
Sebagaimana juga permasalahan wudhu (dibasuh 3x atau 1x) hukum dijilat anjing, selalu menjadi permasalahanyang tidak henti-hentinya. Pernahkan kita berpikir tidak ada sesuatupun di muka bumi ini yang lepas dari aturan Allah.

Suatu hari hati kita "tergerak" (ingat tergerak hati kita bukan hanya saat shalat, tapi bisa setiap saat) karena Allah Maha Menggerakkan, untuk membawa anak ke mesjid, lalu anak itu rewel. Bukankah itu sudah "diatur" Allah?.

Lalu sang imam mesjid terganggu. Bukankah itu ujian kesabaran bagi Sang Imam? Lalu anak itu bercanda dengan teman-temannya. Bukankah itu hidayah dari Allah buat anak itu, dimana di hari itu dia sedang mendapat rejeki hiburan bagi hatinya?

Apakah sebagai orang tua kita malu membawa anak kita yang juga hamba Allah untuk hadir di mesjidNya?
Apakah Imam takut kalah khusyu dengan kekhusyuan anak itu bercanda dengan temannya. Bagaimana dia tidak mengenal khusyu bisa jadi imam? Bagaimana hatinya bisa tergoda dengan suara anak kecil, padahal dia harusnya saat itu sedang bersenda gurau dengan Allah? Rasulllah pernah berkata Shalat adalah hiburanku?

Tidakkah lebih baik jika persoalan rasa suka atau tidak suka, boleh atau tidak boleh menjadi pilihan dalam hidup kita. Seperti misalnya jika Anda tidak suka dengan tulisan ini, ya dihapus saja. Bahkan setiap ada email dari penulis ini ya dihapus saja.

Al Ankabuut Ayat 64:
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui



salam

bk
posted by widya @ 10:00 PM   0 comments
Macam - macam Puasa Sunnah
Copy Paste

Macam – Macam Puasa Sunnah

Oleh : Dadan Rusmawan

Sebulan penuh Umat Islam menjalankan ibadah puasa di
bulan Ramadhan lalu, dan hari yang fitri ( 1 Syawal
1427 Hijriah) pun telah kita lalui. Apalagi kita masih
berada di bulan Syawal. Bahkan Rasulullah SAW pernah
bersabda : "Barangsiapa berpuasa Ramadhan dan kemudian
meneruskannya dengan 6 hari pada bulan Syawal, maka
seolah-olah dia berpuasa sepanjang hidupnya."
(Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi,
an-Nisaa'i dan Ibn Maajah).

Berpuasa 6 hari pada bulan Syawal setelah puasa wajib
di bulan Ramadhan adalah merupakan puasa Sunnah
Mustahabbah, bukan wajib. Namun puasa ini sangat
disarankan kepada umat Muslim, karena kebaikan yang
banyak yang ada padanya dan pahalanya yang amat besar.
Barangsiapa berpuasa 6 hari pada bulan Syawwal
(setelah berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan)
akan dicatat baginya pahala seperti dia telah berpuasa
selama satu tahun penuh, sebagaimana diriwayatkan
dalam hadits sahih.

Puasa tersebut menurut Imam Ahmad dapat dilakukan
berturut-turut atau tidak berturut-turut dan tidak ada
kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya.
Sedangkan menurut golongan Hanafi dan golongan
Syafi'i, lebih utama melakukannya secara
berturut-turut, yaitu setelah hari raya.

Puasa tanggal 9 Dzulhijjah (Arafah) bagi selain orang
yang melaksanakan Haji. Dari Abu Qatadah ra bahwa
Rasulullah saw bersabda, "Puasa hari Arafah dapat
menghapuskan dosa selama dua tahun, yaitu satu tahun
yang telah berlalu dan satu tahun yang akan datang."
(HR Jamaah kecuali Bukhari dan Tirmidzi).

Dari Hafshah ra, dia berkata, "Ada empat hal yang
tidak pernah ditinggalkan Rasulullah saw, yaitu puasa
Asyura, puasa sepertiga bulan (yakni bulan
Dzulhijjah), puasa tiga hari dari tiap bulan, dan
salat dua rakaat sebelum Subuh." (HR Ahmad dan
Nasa'i).

Dari Uqbah bin Amir ra bahwa Rasulullah saw bersabda,
"Hari Arafah, hari Kurban dan hari-hari Tasyriq adalah
hari raya umat Islam dan hari-hari tersebut adalah
hari-hari makan dan minum." HR Khamsah (lima imam
hadis) kecuali Ibnu Majah dan dinyatakan sahih oleh
Tirmidzi.

Dari Ummu Fadhal, dia berkata, "Mereka merasa bimbang
mengenai puasa Nabi saw di Arafah, lalu Nabi saw saya
kirimi susu. Kemudian Nabi saw meminumnya, sedang
ketika itu beliau berkhotbah di depan umat manusia di
Arafah." (HR Bukhari dan Muslim).

Puasa Bulan Muharram dan Sangat Dianjurkan pada
Tanggal 9 dan 10 (Tasu'a dan 'Asyura). Dari Abu
Hurairah ra dia berkata, "Rasulullah saw ditanya,
'Salat apa yang lebih utama setelah salat fardhu?'
Nabi menjawab, 'Salat di tengah malam'. Mereka
bertanya lagi, 'Puasa apa yang lebih utama setelah
puasa Ramadhan?' Nabi menjawab, 'Puasa pada bulan
Allah yang kamu namakan Muharrom'." (HR Ahmad, Muslim,
dan Abu Daud).

Dari Muawiyah bin Abu Sufyan ra, dia berkata, aku
mendengar Rasulullah saw bersabda, "Hari ini adalah
hari 'Asyura dan kamu tidak diwajibkan berpuasa
padanya. Sekarang, saya berpuasa, maka siapa yang mau,
silahkan puasa dan siapa yang tidak mau, maka silahkan
berbuka." (HR Bukhari dan Muslim).

Dari Aisyah ra, dia berkata, "Hari 'Asyura' adalah
hari yang dipuasakan oleh orang-orang Quraisy di masa
jahiliyah, Rasulullah juga biasa mempuasakannya. Dan
tatkala datang di Madinah, beliau berpuasa pada hari
itu dan menyuruh orang-orang untuk turut berpuasa.
Maka, tatkala diwajibkan puasa Ramadhan beliau
bersabda, 'Siapa yang ingin berpuasa, hendaklah ia
berpuasa dan siapa yang ingin meninggalkannya,
hendaklah ia berbuka'." (Muttafaq alaihi).

Dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, "Nabi saw datang ke
Madinah lalu beliau melihat orang-orang Yahudi
berpuasa pada hari 'Asyura', maka Nabi bertanya, 'Ada
apa ini?' Mereka menjawab, hari 'Asyura' itu hari
baik, hari Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa saw dan
Bani Israel dari musuh mereka sehingga Musa as
berpuasa pada hari itu. Kemudian, Nabi saw bersabda,
'Saya lebih berhak terhadap Musa daripada kamu', lalu
Nabi saw berpuasa pada hari itu dan menganjurkan orang
agar berpuasa pada hari itu. " (Muttafaq alaihi).

Dari Abu Musa al-Asy'ari ra, dia berkata, "Hari
'Asyura' itu diagungkan oleh orang Yahudi dan mereka
menjadikan sebagai hari raya. Maka, Rasulullah saw
bersabda,"Berpuasalah pada hari itu." (Muttafaq
alaihi).

Dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, "Tatkala Rasulullah
saw berpuasa pada hari 'Asyura' dan memerintahkan
orang-orang agar berpuasa pada hari itu, mereka
berkata, "Ya Rasulullah, ia adalah hari yang
diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani," maka Nabi
saw bersabda, "Jika datang tahun depan, insya Allah
kami berpuasa pada hari kesembilan (dari bulan
Muharrom)." Ibnu Abbas ra berkata, "Maka belum lagi
datang tahun depan, Rasulullah saw sudah wafat." (HR
Muslim dan Abu Daud).

Para ulama menyebutkan bahwa puasa Asyura' itu ada
tiga tingkat: tingkat pertama, berpuasa selama tiga
hari yaitu hari kesembilan, kesepuluh dan kesebelas.
Tingkat kedua, berpuasa pada hari kesembilan dan
kesepuluh. Tingkat ketiga, berpuasa hanya pada hari
kesepuluh saja.

Berpuasa pada Sebagian Besar Bulan Sya'ban. Dari
Aisyah ra berkata, "Saya tidak melihat Rasulullah saw
melakukan puasa dalam waktu sebulan penuh, kecuali
pada bulan Ramadhan dan tidak satu bulan pun yang Nabi
saw banyak melakukan puasa di dalamnya daripada bulan
Sya'ban." (HR Bukhari dan Muslim).

Dari Usamah bin Zaid ra berkata, Aku berkata, "Ya
Rasulullah saw , tidak satu bulan yang Anda banyak
melakukan puasa daripada bulan Sya'ban !" Nabi
menjawab: "Bulan itu sering dilupakan orang, karena
letaknya antara Rajab dan Ramadhan, sedang pada bulan
itulah amal-amal manusia diangkat (dilaporkan) kepada
Tuhan Rabbul 'Alamin. Maka, saya ingin amal saya
dibawa naik selagi saya dalam berpuasa." (HR Nasa'i
dan dinyatakan sahih oleh Ibnu Khuzaimah).

Berpuasa pada Hari Senin dan Kamis

Hal ini berdasarkan pada hadis Abu Hurairah ra, bahwa
Nabi saw lebih sering berpuasa pada hari Senin dan
Kamis, lalu orang-orang bertanya kepadanya mengenai
sebab puasa tersebut, lalu Nabi saw menjawab,
"Sesungguhnya amalan-amalan itu dipersembahkan pada
setiap Senin dan Kamis, maka Allah berkenan mengampuni
setiap muslim, kecuali dua orang yang bermusuhan, maka
Allah berfirman, "Tangguhkanlah kedua orang (yang
bermusuhan ) itu!" (HR Ahmad dengan sanad yang sahih).

Dalam sahih Muslim diriwayatkan bahwa Nabi saw ditanya
orang mengenai berpuasa pada hari Senin, maka beliau
bersabda, "Itu hari kelahiranku dan pada hari itu pula
wahyu diturunkan kepadaku." (HR Muslim).

Berpuasa Tiga Hari Setiap Bulan

Dari Abu Dzarr al-Ghiffari ra berkata, "Kami
diperintah Rasulullah saw untuk melakukan puasa tiga
hari dari setiap bulan, yaitu hari-hari terang bulan,
yakni tanggal 13, 14 dan 15, sembari Rasul saw
bersabda, 'Puasa tersebut seperti puasa setahun
(sepanjang masa)'." (HR Nasa'i dan dishahihkan oleh
Ibnu Hibban).

Berpuasa Selang-seling (Seperti Puasa Daud)

Dari Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah saw telah
bersabda, "Puasa yang paling disukai Allah adalah
puasa Daud dan salat yang paling disukai Allah adalah
salat Daud. Ia tidur seperdua (separuh) malam, bangun
sepertiganya, lalu tidur seperenamnya, dan ia berpuasa
satu hari lalu berbuka satu hari."

Referensi:

Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq
Tamamul Minnah, Muhammad Nashirudddin al-Albani.

***

Selain itu, Tidak boleh bagi wanita untuk berpuasa
sunat jika suaminya hadir (tidak musafir) kecuali
dengan seizinnya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
Radhiallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.

"Artinya : Tidak halal bagi seorang wanita unruk
berpuasa saat suminya bersamanya kecuali dengan
seizinnya" dalam riwayat lain disebutkan : "kecuali
puasa Ramadhan"

Adapun jika sang suami memperkenankannya untuk
berpuasa sunat, atau suaminya sedang tidak hadir
(bepergian), atau wanita itu tidak bersuami, maka
dibolehkan baginya menjalankan puasa sunat, terutama
pada hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa sunat
yaitu : Puasa hari Senin dan Kamis, puasa tiga hari
dalam setiap bulan, puasa enam hari di bulan Syawal,
puasa pada sepuluh hari di bulan Dzulhijjah dan di
hari 'Arafah, puasa 'Asyura serta puasa sehari sebelum
atau setelahnya.

Waktu haram puasa adalah waktu di mana umat Islam
dilarang berpuasa. Hikmahnya adalah ketika semua orang
bergembira, seseorang itu perlu turut bersama
merayakannya. Berpuasa pada Hari Raya Idul Fitri (1
Syawal ), berpuasa pada Hari Raya Idul Adha (10
Dzulhijjah)
Berpuasa pada hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13
Dzulhijjah)

Selain hari-hari tersebut, ada pula waktu dimana umat
Islam dianjurkan untuk tidak berpuasa, yaitu ketika
ada kerabat atau teman yang sedang mengadakan pesta
syukuran atau pernikahan. Hukum berpuasa pada hari ini
bukan haram, melainkan makruh, karena Allah tidak
menyukai jika seseorang hanya memikirkan kehidupan
akhirat saja sementara kehidupan sosialnya (menjaga
hubungan dengan kerabat atau masyarakat) ditinggalkan.

Puasa juga bagus untuk kesehatan, sebagaimana janji
Allah SWT diberikan kepada orang yang berpuasa
ditegaskan dengan sabda Nabi Muhammad saw yang
diriwayatkan oleh Ibnu Suny dan Abu Nu'aim:
''Berpuasalah maka anda akan sehat.'' Dengan berpuasa
akan sehat jasmani, rohani dan hubungan sosial.

Manfaat puasa bagi tubuh, tidak seorang pun ahli medis
baik muslim maupun non muslim yang meragukan manfaat
puasa bagi kesehatan manusia. Dalam buku yang berjudul
''Pemeliharaan Kesehatan dalam Islam'' oleh Dr Mahmud
Ahmad Najib (Guru Besar Fakultas Kedokteran
Universitas Ain-Syams Mesir), ditegaskan puasa sangat
berguna bagi kesehatan. Antara lain: Pertama, Puasa
memperkecil sirkulasi darah sebagai perimbangan untuk
mencegah keluarnya keringat dan uap melalui pori-pori
kulit serta saluran kencing tanpa perlu menggantinya.
Menurutnya curah jantung dalam mendistribusikan darah
keseluruh pembuluh darah akan membuat sirkulasi darah
menurun. Dan ini memberi kesempatan otot jantung untuk
beristirahat, setelah bekerja keras satu tahun
lamanya. Puasa akan memberi kesempatan pada jantung
untuk memperbaiki vitalitas dan kekuatan sel-selnya.

Kedua, Puasa memberi kesempatan kepada alat-alat
pencernaan untuk beristirahat setelah bekerja keras
sepanjang tahun. Lambung dan usus beristirahat selama
beberapa jam dari kegiatannya, sekaligus memberi
kesempatan untuk menyembuhkan infeksi dan luka yang
ada sehingga dapat menutup rapat. Proses penyerapan
makanan juga berhenti sehingga asam amoniak, glukosa
dan garam tidak masuk ke usus. Dengan demikian sel-sel
usus tidak mampu lagi membuat komposisi glikogen,
protein dan kolesterol. Disamping dari segi makanan,
dari segi gerak (olah raga), dalam bulan puasa banyak
sekali gerakan yang dilakukan terutama lewat pergi
ibadah. ***
http://www.cybermq.com/index.php?artikel/detail/6/303/artikel-303.html
posted by widya @ 8:06 PM   0 comments
About Me



Nameera Ranupadma

Profil

Udah Lewat
Archives
Links
Affiliates
15n41n1